KEMBALI BERSEKOLAH

Diposting oleh Asrofi on Rabu, 18 Maret 2015

Kembali Bersekolah
            Memasuki Tahun ajaran Baru (1972 ) saya di daftarkan kembali sekolah Ke SD yang sama ( SDN III Lebaksi Lor ) dan dengan guru yang sama ( terkenal galak ) serta pada kelas yang sama yakni Kls V. Perkataan yang tak pernah kulupakan dari pak guru" coba kalo waktu itu Asrofi mau masuk dan ikut ulangan, maka sekarang sudah kelas VI, bukan kelas V (lima lagi)" . Ternyata waktu benar-benar sangat berharga,kelengahan dan kelemahan saya tak mampu menghindar dari perasaan yang terus menghantui( takut terhadap Gurunya akibat tidak masuk sekolah  berhari-hari ), sehingga harus menerima kerugian yang sangat besar, yakni tigaminggu atau lebih harus dibayar satu tahun. Artinya ketika  duduk kelas V SD saya jalani selama dua tahun ( 1971 dan 1972 ).
            Kerugian ini juga hampir saja saya alami untuk yang kedua kalinya, ketika di tingkat lanjutan pertama ( PGAN ). Setamat dari SD ( 1973 ) saya didaftarkan ayahku ke sekolah yang bernuansa agama ( PGAN )  di kota yang terkenal dengan Teh nya yakni kota Slawi. Perjalanan menuntut ilmu di tingkat lanjutan ini juga tak selancar yang orang tua harapkan,ada saja permasalahan yang saya hadapi. Pergaulan pada masa itu sudah semakin luas bukan lagi hanya seputar teman sekampung, akan tetapi merambah teman dari berbagai kecamatan dan Sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Tegal,dengan beragam kebiasaan dan prilaku yang mempengaruhi sikap dan prilaku saya.
            Pendidikan Guru Agama Negeri ( PGAN ) setara SMP yang sekarang dilebur menjadi Madrasah Tsanawiyah Negegeri ( MTsN ). Di Slawi  pada tahun 1973 ada sekitar 5( lima ) sekolah Negeri dan swasta yakni, SMPN  Slawi, PGAN Slawi, SMP Muhamadiyah,SMP Darma Bakti, SMP Bakti Mulya. SMPN dan PGAN berdampingan satu pagar pembatas berada di JL. Dukuh Mingkrik Slawi, namun secara emosional hubungan anak-anak PGAN lebih dekat dengan anak-anak SMP Muhamadiyah walaupun jaraknya paling jauh, itu dikarenakan faktor akidah yang menyatukan, sehingga saya juga banyak bergaul dengan anak-anak Muhamadiyah. Ketika saya duduk dikelas dua PGAN ada beberapa anak Muhamadiyah yang cukup dekat dan punya pengaruh dalam perkembangan kehidupan saya, yakni; usuf,nur kiwil dan lainnya.
            Yusuf Wibisono ( Usuf ) adalah anak yang dari kecil hidup di Jakarta bersama orang tuanya sebagai perantau dari kampungku( Lebaksiu Tegal ) yang cukup berhasil di Jakarta, mapan hidupnya berkecukupan. Melihat anaknya ( usuf ) sering berulah baik di sekolah maupun di lingkungannya, maka usuf di pindahlah sekolahnya di kampung halaman orang tua. Pada tahun 1970 ketika saya kls 1V SD , usuf masuk pindah di sekolah yang sama dengan saya  SDN III Lebaksiu Lor beda satu kelas yaitu di Kls V ( Lima ). Usuf memang ganteng, pandai bergaul sehingga punya banyak teman, baik dilingkungan maupun di sekolah. Tabiat kota Jakarta sangat kuat melekat dalam kehidupannya ( usuf ) sehingga tujuan mulia orang tua memindahkan dia kekampung  agar terhindar dari perbuatan-perbutan negatif Jakarta yang semakin keras,rupanya tak mampu menggesernya. Bahkan semakin kuat ( Bandel )dan semakin bebas hidupnya karena jauh dari pantauan orang tua ( di Jakarta ).
            Dampak negatif yang hampir saja meluluh lantakan kehidupan saya sebagai seorang pelajar waktu itu adalah perkembangan jiwa pubertas yang terselimuti kuatnya egoisme, sehingga tidak sedikit pesan-pesan moral orang tua yang terabaikan. Ketika saya kelas 1V PGAN mungkin orang tuaku sedang menurun usaha dagangnya sehingga sulit secara langsung memenuhi apa yang saya minta, kuatnya egoisme melekat pada kepribadianku pada waktu itu, maka saya sering brontak pada orang tua. Kelas 1V PGAN pakaian seragam sama setara dengan tingkat SMA  yakni harus bercelana panjang. Hanya karena ayahku terlambat membelikan seragam,sebagai pengganti celana panjangku yang sudah sobek ,sifat egoisme yang melekat pada diriku memuncak,saya minggat ( kabur ) meninggalkan kampung halaman , sekolah, nekat pergi ke Jakarta ( 1977 ), untuk menemui saudara sepupuku yang saya anggap seperti kakaku sendiri yaitu M.Toha ( alamarhum ) dan Sunarto. Karena profesi saudaraku ini adalah sebagai PKL , maka saya di ajari berdagang oleh saudaraku ( kue Pukis ). Satu minggu  di jakarta saya menjadi perbincangan orang di kampung, juga oleh saudara-saudara sepupuku lainnya yang juga ada di jakarta. Saya yakin ikatan batin yang terus menderu ingat pada sosok seorang perempuan yang sangat sayang pada anak yang nekat kabur ini, yakni lantunan continyuitas dahsyatnya do,a bundaku panjatkan. Kekuatan itulah yang kemudian meluluhkan hatiku yang tadinya berkeras hati untuk tetap di jakarta, dengan keikhlasan saudara-sadara sepupuku yang lain berdatangan ditempatku berada ( cipinang Besar Selatan ), munawar,fatoni dan lainnya  membujuk dan merayu saya supaya pulang kekampung dan sekolah kembali, ahirnya pada minggu kedua  di jakarta saya diantar ke Terminal Pulo Gadung untuk pulang ke kampung halaman ( Tegal ).
            Walaupun namaku sudah dicoret dari daftar siswa PGAN, namun berkat rahmat dan Inayah-Nya   dalam proses  untuk dapat bersekolah kembali kepengurusannya dibantu oleh seorang guru PGAN tempatku belajar Ibu Muniroh, saya bisa masuk dan bersekolah kembali sebagaimana biasa layaknya siswa lainnya. Alhamdulillah belajar dapat kembali saya jalani secara wajar dan sampai ahir Tahun Pelajaran ( 1977 ) serta Lulus dengan nilai baik, cukup untuk melanjutkan kejenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ( SLTA ).V 

More aboutKEMBALI BERSEKOLAH

DOA IBU

Diposting oleh Asrofi

DAHSYATNYA  DO,A  IBU
1.   Penggembala
 
Lebaksiu lor kecamatan Lebaksiu adalah sebuah desa sekitar dua puluh satkilo
meter arah selatan Kota Bahari Tegal, disanalah saya berdasarkan data yang orang tua berikan bahwa pada hari kamis 10 Desember 1959 diri saya dilahirkan. Atas bimbingan dan didikan kedua orang tuanyalah saya tumbuh dan  berkembang sebagaimana layaknya  anak anak lainnya. Menginjak usia tujuh tahun saya diantar oleh ayah  ke SDN III Lebaksiu Lor pertanda saya masuk sekolah dengan syarat pegang daun telinga sebelah kiri dari atas kepala demikian permintaan Bapak   guru pada waktu itu (1966 ). Kesederhanaan hidup kedua orang tuaku menjadi penuntun arah yang melekat penuh arti dimasa kini.
            Berdasarkan cerita dari ibuku tercinta, ayahku adalah seorang yang taat dan hormat pada orang tuanya, ketika menginjak dewasa saatntnya harus bekerja sepulangnya dari pondok pesantren (belajar ) ayah mendaftar sebagai seorang guru ( Guru Agama ), dan Alhamdulillah Lulus, namun karena kehidupan seorang guru ( PNS ) pada tahun itu jauh api dari panggang bila dibandingkan dengan hidup berwira swasta( Dagang ), maka orang tua saya dilarang bekerja jadi guru oleh kakandanya yang pertama(sebagai pengganti orang tua). Permasalahan yang dihadapi oleh ayahku pada waktu itu sesungguhnya sangat berat ketika beliau telah memutuskan keluar dari guru ( PNS ), karena kakaknya yang sudah mapan dan berkecukupan dalam hidupnya tidak memberikan solusi bagi masa depan kehidupan ayahku.
            Beruntunglah kakak ayah saya yang ke Dua cukup dewasa dan memiliki jiwa bimbingan yang sangat berarti bagi kehidupan ayah dimasa depan. Sam'an ( kakak ayahandaku yang Ke dua ) namaya adalah seorang saudagar kambing/domba yang sudah malang melintang penuh pengalaman dalam dunia perdagangan kambing. Dunia inilah yang kemudian menjadi pencaharian ayahandaku sampai saya dewasa.
            Atas dorongan dan bimbingan kakandanya ayahandaku menjalani proses hidupnya tidak melupakan bekal ilmu yang telah beliau peroleh ketikan berpetualang menjadi santri. Ayahandaku alumni pesantren kaliwungu kendal Jawa Tengah. Ketika pagi bergulat dengan dunia bisnis ( Perdagangan ) kambing ,malam dan waktu luang lainnya beliau gunakan untuk mengamalkan ilmu yang beliau miliki yaitu menjadi guru nganji dan madrsah di masyarakat. Pada setiap tahunnya 5 sampai dengan 10 anak khatam Al Qur'an  hasil didikan bimbingan ayahandaku.
            Pada tahun 1970 saya dan anak didik lainnya ( -+ 5 anak )hasil bimbingan dan didikan ayahandaku telah dapat menghatamkan bacaan Al qur an , bertepatan juga dengan dikhitannya saya pada bulan Maulid( Rabiul Awal ), Ketika itu saya sudah duduk dikelas 1V SD. Masa-masa indah sebagai seorang anak pada waktu itu benar-benar terasa betapa sayangnya kedua orang tuaku, terutama ibundaku tercinta ,karena kebetulan saya disamping sebagai anak pertama,adalah juga satu-satunya anak laki dari seluruh saudara-saudaraku. Keluargaku adalah keluarga besar, yakni sepuluh bersaudara satu laki sembilan perempuan. Ketika mengingat tahun itu ( 70an ) banyak suka duka, menangis dan ketawa silih berganti. Bundaku merupakan sosok seorang istri yang sangat patuh dan taat pada sang suami. Keseharian  hidup bundaku ( Al marhumah ) hampir tidak pernah terdengar ada tawar menawar ketika dikasih uang belanja setiap harinya, artinya seberapapun dikasinya dicukup-cukupkan dan juga tak pernah terdengar hutang ditempat belanjaannya. Sehingga hampir setiap hari lauk pauk yang disajikan pada anak-anaknya sangat-sangat sederhana( mohon maaf ) tak luput dari sayur labuh dan tempe/tahu. Suatu hari sepulangku dari sekolah saya dan adiku yang pertama ( istiqomah ) bercanda , sedangkan bundaku baru saja mengangkat wajan dari tungku dapur tanah, entah bagaimana peristiwa yang sangat bersejarah ini kejadiannya, adiku terjatuh duduk tepat diatas wajan yang berisi sayur panas tersebut,spontan menjerit dan terdiam semuanya dan diangkatlah adikku dalam keadaan luka. Apakah bundaku marah...? beliau adalah orang yang sangat sabar,sehingga walaupun kalang kabut bagaimana harus mengobati luka adiku serta menenangkan adik-adiku yang lain agar tidak terlambat makan sianng semuanya dapat diselsesaikan dengan penuh kesabaran,sembari menenangkan saya takut dimarahi oleh ayahandaku.
            Almarhumah bundaku tercinta orang yang sabar dan hebat rajin ibadah ( semoga jadi ahli surga ) juga pekerja yang telaten dan jujur, apa yang beliau bisa kerjakan dalam rangka membantu perekonomian ayahandaku sering coba-coba menjadi pedagang, namun karena memang tidak banyak ketrampilan yang beliau miliki setiap usaha tidak berjalan lama. Dari mulai jualan tempe , jualan gorengan dan jualan musiman seperti pada setiap bulan maulid bundaku berjualan kue-kue pasar yang biasa disajikan dalam acara selamatan (sedekahan ) tanggal 7 maulid ( Rabiul Awal ) atau istilah dikampung saya ( Lebaksiu ) namaya tekuwinan. Itupun tidak seperti ibu-ibu yang lainnya pada cukup berhasil, sedangkan ibuku mungkin hanya balik modal dan cukup bisa dimakan.
            Tahun 1971 saya kls V SD usaha dagang ayah sedang cukup lumayan maju,sehingga ketika hari-hari libur suka ikut kepasar, baik ketika berjualan kambing di pasar kampungku tinggal ( Lebaksiu ) maupun dipasar slawi, begitu juga ketika ayahku hendak belanja kambing, di pasar Bojong maupun Bumiayu. Nuansa belajarku di kls V SDN III Lebaksiu Lor pada catur wulan ketiga saya rasakan agak kurang nyaman, dikarenakan sudah beberapa teman sekelasku keluar karena masalah-masalah spele. Pada suatu hari ketika itu  hari pasaran di kampungku ( Paing ) saya di ajak teman sekelasku main dan ahirnya bolos tidak masuk sekolah. Mulai hari itu menjadi tidak tenang pikiranku entah apa yang terjadi,hari demi hari saya dihantui perasaan kena ganjaran oleh bapak guruku yang terkenal sangat galak. Perasaan yang menghantui jiwa dan  pikiranku tentang galaknya guruku ini,  hari demi hari ,minggu demi minggu menjadi penyebab saya tidak terasa sudah dua minggu tidak masuk sekolah,sedangkan Ulangan catur Wulan ketiga (kenaikan kelas ) semakin dekat. Tidak bosan-bosannya teman-temanku setiap hari mendatangi rumahku dan merayu supaya saya masuk sekolah seperti biasa, namun dengan kuatnya perasaan dan pikiranku yang terus dihantui oleh galaknya sang guru sangat kuat, maka saya gagal menundukkan perasaan tersebut dan akhirnya tidak mengikuti kegiatan ulangan kenaikan kelas.
            Detik-detik menyedihkan mulai menyentuh kehidupanku,hampir tiap waktu pula ayahku marah besar terhadap saya dan itu hal yang sangat wajar oleh karena ulahku sendiri. Tak lama berselang datanglah waktu ,kondisi kontradiktif dimana adik-adiku merayakan kesenangan dengan penuh ketawa karena naik kelas,sementara diriku dalam puncak kesedihan yakni mendengar kabar bahwa saya disuruh jadi gembala. Pagi buta satu hari setelah kenaikan kelas kekesalan ayahandaku tertumpah dan saya dibangunkan beliau dan berucap : Karena kamu sudah tidak sekolah maka kerjakan yang bisa kamu kerjakan, itu sudah ada pacul ( cangkul ), cengkrong ( parang ),nanti kesawah cangkulin itu sawah dan cari empan kambing kemudian itu kambing-kambing domba kamu gembalakan kekebun. Bundaku kuat sekali menahan perasaan seolah tak ada pembelaan terhadapku. Sekitar satu minggu sampai sepuluh hari saya nikmati hidupku sebagai penggembala dalam bimbingan ayahku. Almarhumah bundaku tercinta siang menemaniku menggembalakan kambing,tengah malam insan lain terlelap tidur,sementara beliau habiskan  dengan cucuran air mata  membasahi pipinya yang halus bersujud munajad bermohon kehadiarat ilahi robby, tak henti-hentinya beliau lantunkan doa untuk kehidupan anak-anaknya terutama saya yang sedang tertimpa musibah tidak mau sekolah karena takut dimarahi gurunya yang galak.

More aboutDOA IBU
 

Popular Posts

Pengikut